Aisyira Ensiklopedia

Aisyira Ensiklopedia

Selasa, 18 Januari 2011

Manfa'at Sholat 5 Waktu

             Di antara manfaat sholat lima waktu setiap hari ialah dihapuskannya dosa-dosa oleh Allah ta’aala. Subhaanallah...! Bayangkan, setiap seorang muslim selesai mengerjakan sholat yang lima waktu berarti ia baru saja membersihkan dirinya dari tumpukan dosa yang sadar tidak sadar telah dikerjakannya antara sholat yang baru ia kerjakan dengan sholat terakhir yang ia ia kerjakan sebelumnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Sholat lima waktu dan (sholat) Jum’at ke (sholat) Jum’at serta dari Ramadhan ke Ramadhan semua itu menjadi penghabus (dosanya) antara keduanya selama ia tidak terlibat dosa besar.” (HR Muslim 2/23)
Bila seorang muslim memahami dan meyakini kebenaran hadits di atas, niscaya ia tidak akan membiarkan satu kalipun sholat lima waktunya terlewatkan. Bahkan dalam hadits yang lain dikatakan bahwa bila seorang muslim khusyu dalam sholatnya, maka ia akan diampuni segenap dosanya di masa lalu. Subhaanallah...!
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu sholat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan sholatnya menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR Muslim 2/13)
Setiap hari manusia senantiasa melakukan dosa, baik sengaja maupun tidak. Maka seorang mu’min yang sadar pasti akan menempuh segenap upaya yang bisa mendatangkan ampunan Allah ta’aala dan dapat menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Sehingga Allah ta’aala menggambarkan ciri orang bertaqwa sebagai orang yang bersegera menggapai ampunan Allah ta’aala.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)
Seorang yang beriman dan bertaqwa sangat tamak akan ampunan Allah ta’aala sebab ia tahu benar bahwa jika ia wafat dalam keadaan telah diampuni segenap dosanya berarti ia akan mengalami ketenteraman dalam hidup di alam kubur dan di akhiratnya. Demikianlah Nabiyullah Ibrahim ’alihis-salaam tatkala bermunajat di hadapan Allah ta’aala:
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
”...dan (Dialah Tuhan) Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat". (QS Asy-Syuara ayat 8)
Maka untuk menyempurnakan datangnya ampunan Allah ta’aala dan dihapuskannya segenap kesalahan, seorang mu’min menutup sholat lima waktunya dengan membaca wirid yang diajarkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Suatu bentuk wirid yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam jamin akan menyebabkan semua kesalahan seseorang bakal dihapus Allah ta’aala walaupun sebanyak lautan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata bahwa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa bertasbih (membaca SubhanAllah) 33 kali sesudah setiap sholat lalu bertahmid (membaca Alhamdulillah) 33 kali lalu bertakbir 33 (membaca Allah Akbar) kali maka itulah sembilanpuluh sembilan. Lalu ia menyempurnakan menjadi seratus dengan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Tidak ada ilah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian, dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa, maka dihapuskan segenap kesalahannya walaupun sebanyak lautan.” (HR Muslim 939)

Minggu, 16 Januari 2011

BACAAN SHOLAT & ARTINYA

Takbir
Takbiratul Ihram ---> ALLAAHU AKBAR (Allaah Maha Besar)

Allaahu akbar kabiira, walhamdulillaahi katsiira, wa subhanallaahi bukrataw, waashiila.
(Allah Maha Besar, dan Segala Puji yang sangat banyak bagi Allah, dan Maha Suci Allah sepanjang pagi, dan petang).

Innii wajjahtu wajhiya, lillazii fatharassamaawaati walardha, haniifam, muslimaa, wamaa ana minal musrykiin.
(Sungguh aku hadapkan wajahku kepada wajahMu, yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh kelurusan, dan penyerahan diri, dan aku tidak termasuk orang-orang yang mempersekutuan Engkau/Musryik)

Innasshalaatii, wa nusukii, wa mahyaaya, wa mamaati, lillaahi rabbil 'aalamiin.
(Sesungguhnya shalatku, dan ibadah qurbanku, dan hidupku, dan matiku, hanya untuk Allaah Rabb Semesta Alam).

Laa syariikalahu, wabidzaalika umirtu, wa ana minal muslimiin.
(Tidak akan aku menduakan Engkau, dan memang aku diperintahkan seperti itu, dan aku termasuk golongan hamba yang berserah diri kepadaMu)

Adapun Rasulullaah ketika membaca surah Al-Faatihah senantiasa satu napas per satu ayatnya, tidak terburu-buru, dan benar-benar memaknainya. Surah ini memiliki khasiat yang sangat tinggi sekali. Bahkan Ibn Qayyim Al-Jauziyyah sampai menuliskan makna iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin, dalam satu kitabnya yang berjudul Madarijus Saalikin, dimana beliau bercerita ketika di suatu kota ia menderita sakit, maka ia membacanya per ayat dengan sungguh-sungguh, dan ia rasakan bahwa setiap selesai satu ayat dibacanya, terasa berguguran sakit yang dirasakannya. Subhaanallaah.

Mari kita hafal terlebih dahulu arti per ayatnya sebelum kita memaknainya.



Bismillaah, arrahmaan, arrahiim (Bismillaahirrahmaanirrahiim)
(Dengan nama Allaah, Maha Pengasih, Maha Penyayang)

Alhamdulillaah, Rabbil 'aalamiin
(Segala puji hanya milik Allaah, Rabb semesta 'alam)

Arrahmaan, Arrahiim
(Maha Pengasih, Maha Penyayang)

Maaliki, yaumiddiin
(Penguasa, Hari Pembalasan/Hari Tempat Kembali)

Iyyaaka, na'budu, wa iyyaaka, nasta'iin
(KepadaMulah, kami menyembah, dan kepadaMulah, kami mohon pertolongan)

Ihdina, asshiraathal, mustaqiim ---> berharaplah dengan penuh harap ketika membacanya.
(Tunjuki kami, jalan, golongan orang-orang yang lurus)

Shiraath, alladziina, an'am, ta 'alayhim
(Jalan, yang, telah Engkau beri ni'mat, kepada mereka)

Ghayril maghduubi 'alaihim, wa laddhaaaalliiin.
(Bukan/Selain, (jalan) orang-orang yang telah Engkau murkai, dan bukan (jalan) orang-orang yang sesat)

Melanjutkan tulisan yang ketiga, maka setelah membaca Surah Al-Faatihah, maka hendaknya kita membaca ayat-ayat Al-Qur'an.
Ruku'
Lalu ruku', dimana ketika ruku' ini beliau mengucapkan bermacam-macam dzikir dan do'a. Kadangkala beliau mengucapkan yang ini dan kadangkala mengucapkan yang itu :

1. Subhaana, rabbiyal, 'adzhiimi.
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Agung)
---> dzikir ini diucapkan beliau sebanyak tiga kali.
(Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Ad-Daaruquthni, Al-Bazaar, dan Ath-Thabarani)
---> kadangkala juga beliau membacanya berulang-ulang lebih banyak dari tiga kali, dan sesekali beliau
berlebihan dalam mengulanginya ketika shalat lail (malam), sehingga lama ruku'nya hampir mendekati
lama berdirinya.

2. Subbuuhun, qudduus, rabbul malaaikati, warruuh.
(Maha Suci Engkau ya Allaah, Pemberi berkah, Tuhan malaikat, dan ruh) --> Riwayat Muslim

3. Allaahumma, laka raka'at, wa aamantu, wa laka aslamtu,
(Yaa Allaah, kepadaMu, kuserahkan ruku'ku, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku Islam (menyerahkan diri).)
anta rabbiiy, khasa'a laka sam'iiy, wa bashariy, wa mukhyii, wa 'adzhomii, wa fii riwaayah
(Engkau Tuhanku, KepadaMulah pendengaran, penglihatan, otak, tulang, dan syarafku tunduk)
wa mastaqallat bihi, qadamii, lillaah, rabbil 'aalamiin.
(Dan apa yang dibawa kakiku, kuserahkan, kepada Allaah, Tuhan semesta alam)
(HR. Ad-Dharuquthni)

Memperpanjang Ruku'
Diriwayatkan bahwa :

"Rasulullaah Sallallaahu 'alayhi wa sallaam, menjadikan ruku'nya, dan bangkitnya dari ruku', sujudnya, dan duduknya di antara dua sujud hampir sama lamanya."

(Hadits Shahih Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

I'tidal
Rasululullaah Sallaahu 'alayhi wa sallaam mengangkat punggungnya dari ruku' sambil mengucapkan,
"Mudah-mudahan Allah mendengarkan (memperhatikan) orang yang memujiNya".
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Maka ketika kita i'tidal atau bangkit dari ruku, sambil mengangkat kedua tangan sejajar bahu ataupun sejajar telinga, maka kita mengucapkan :

Sami'allaahu, li, man, hamida, hu
(Mudah-mudahan mendengar Allah, kepada, sesiapa yang, memuji, Nya)

"Sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk diikuti. Oleh karena itu, apabila ia mengucapkan "sami'allaahu liman hamidah", maka ucapkanlah "rabbanaa lakal hamdu", niscaya Allah memperhatikan kamu. Karena Allah yang bertambah-tambahlah berkahNya, dan bertambah-tambahlah keluhuranNya telah berfirman melalui lisan NabiNya saw., "Mudah-mudahan Allah mendengarkan (memperhatikan) orang yang memujiNya".
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, dan Abu Daud)

Maka mari kita baca :
Rabbanaa, lakal, hamdu
(Yaa Tuhan kami, bagiMulah, segala puji)

Kadangkala lafadzh diatas beliau tambahkan seperti :
mil assamaawaati, wa mil al ardhi, wa mil a maa shikta, min shai in, ba'du
(Sepenuh langit, dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki, dari sesuatu, sesudahnya)
Kalimat diatas didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu 'Uwanah)

Sujud
Ketika kita sujud, maka dengan tenang hendaknya kita mengucapkan do'a-do'a sujud seperti yang telah dicontohkan Rasulullaah Sallallaahu 'alayhi wa sallaam.

1. Subhaana, rabbiyal, a'laa
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Luhur)
Dzikir ini beliau ucapkan sebanyak tiga kali, dan kadangkala beliau mengulang-ulanginya lebih daripada itu.

2. Subhaana, rabbiyal, a'laa, wa, bihamdi, hi
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Luhur, dan, aku memuji, Nya)

3. Subbuuhun, qudduusun, rabbul malaaikati, warruuh
(Maha Suci, Pemberi Berkat, Tuhan malaikat, dan ruh)

Duduk antara dua Sujud
Ketika kita bangun dari sujud, maka hendaklah kita berdo'a sepertinya do'anya Rasulullaah, dan bacalah do'a tersebuh dengan sungguh-sungguh, perlahan-lahan, dan penuh pengharapan kepada Allah Subhaana wa Ta'ala.

Di dalam duduk ini, Rasulullaah Sallallaahu 'alayhi wa sallaam mengucapkan :
Allaahummaghfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, wahdinii, wa 'aafinii, warzuqnii
(Ya Allaah ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, sehatkanlah aku, dan berilah rizqi kepadaku)

Dari Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwa Rasulullaah saw, kadangkala duduk tegak di atas kedua tumit dan dada kedua kakinya. Beliau juga memanjangkan posisi ini sehingga hampir mendekati lama sujudnya (Al-Bukhari dan Muslim).

Duduk At-Tasyaahud Awal
01. Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Muslim, dan Ibnu Abi Syaibah.
Dari Ibn Mas'ud berkata, Rasulullaah saw telah mengajarkan at-tasyaahud kepadaku, dan kedua telapak tanganku (berada) di antara kedua telapak tangan beliau - sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al-Qur'an kepadaku : ---> (Mari dihafalkan setiap katanya sehingga shalat kita lebih mudah untuk khusyuk)

Attahiyyaatulillaah, wasshalawatu, watthayyibaat.
Segala ucapan selamat adalah bagi Allaah, dan kebahagiaan, dan kebaikan.

Assalaamu 'alayka * , ayyuhannabiyyu, warahmatullaah, wa barakaatuh.
Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadamu *, wahai Nabi, dan beserta rahmat Allaah, dan berkatNya.

Assalaamu 'alaynaa, wa 'alaa, 'ibaadillaahisshaalihiiin.
Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula, dan kepada sekalian hamba-hambanya yang shaleh.

Asyhadu, allaa, ilaaha, illallaah.
Aku bersaksi, bahwa tiada, Tuhan, kecuali Allaah.

Wa asyhadu, anna muhammadan, 'abduhu, wa rasuluhu.
Dan aku bersaksi, bahwa muhammad, hambaNya, dan RasulNya.

* Hal ini ketika beliah masih hidup, kemudian tatkala beliau wafat, maka para shahabat mengucapkan :
Assalaamu 'alannabiy.
Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada Nabi.

02. Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Abu 'Uwanah, Asy-Syafi'i, dan An-Nasa'i.
Dari Ibnu 'Abbas berkata, Rasulullaah telah mengajarkan At-Tasyahhud kepada kami sebagaimana mengajarkan surat dari Al-Qur'an kepada kami. Beliau mengucapkan :

Attahiyyaatul mubaarakaatusshalawaatutthayyibaatulillaah.
Assalaamu 'alayka ayyuhannabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh.
Assalaamu 'alayna wa 'alaa 'ibaadillaahisshaalihiin.
Asyhadu allaa ilaaha illallaah.
Wa asyhadu annaa muhammadarrasuulullaah.
(dalam riwayat lain : Wa asyhadu annaa, muhammadan, 'abduhu, warasuuluh)
--> Artinya sama dengan yang diatas, insha Allaah.

Bacaan shalawat Nabi di akhir shalat
Rasulullaah saw. mengucapkan shalawat atas dirinya sendiri di dalam tasyahhud pertama dan lainnya. Yang demikian itu beliau syari'atkan kepada umatnya, yakni beliau memerintahkan kepada mereka untuk mengucapkan shalawat atasnya setelah mengucapkan salam kepadanya dan beliau mengajar mereka macam-macam bacaan salawat kepadanya.

Berikut kita ambil sebuah hadits yang sudah umum di kita, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Al-Humaidi, dan Ibnu Mandah.

Allaahumma, shalli 'alaa muhammad, wa 'alaa, aali muhammad.
Ya Allaah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada, keluarga Muhammad

Kamaa, shallayta, 'alaa ibrahiim, wa 'alaa, aali ibraahiim.
Sebagaimana, Engkau telah memberikan kebahagiaan, kepada Ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim.

Innaka, hamiidummajiid.
Sesungguhnya Engkau, Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Allaahumma, baarik, 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad.
Ya Allaah, berikanlah berkah, kepada Muhammad, dan kepada, keluarga Muhammad

Kamaa, baarakta, 'ala ibraahiim, wa 'alaa, aali ibraahiiim.
Sebagaimana, Engkau telah memberikan berkah, kepada ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim.

Innaka, hamiidummajiid.
Sesungguhnya Engkau, Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Cara Mengucapkan Salam
Mari kita simak hadits berikut, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i, dan Tirmidzi serta dishahihkan olehnya.

"Rasulullaah saw. mengucapkan salam ke sebelah kanannya : Assalaamu 'alaykum warahmatullaahi wa barakaatuh (Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kamu sekalian serta rahmat Allaah, serta berkatNya), sehingga tampaklah putih pipinya sebelah kanan. Dan ke sebelah kiri beliau mengucapkan : Assalaamu 'alaykum warahmatullaah (Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kamu sekalian serta rahmat Allaah), sehingga tampaklah putih pipinya yang sebelah kiri."

Perhatikanlah, bahwa ternyata ucapan kita ketika menoleh ke kanan (salam yang pertama) lebih banyak daripada ucapan kita ketika menoleh ke kiri (salam yang kedua).

Atau dalam riwayat lain, ketika salam yang pertama beliau mengucapkan : Assalaamu 'alaykum warahmatullaah, dan pada salam yang kedua beliau mengucapkan : Assalaamu 'alaykum.

Alhamdulillaah, Maha Benar Allaah atas segala FirmanNya. Maka semoga kesebelas artikel ini menjadikan jalan kemudahan bagi kita di dalam usaha kita berusaha khusyuk dan memahami setiap gerakan yang kita lakukan, sehingga benar-benar memiliki ruh dan nilai yang sulit bagi kita untuk menuangkannya dalam kata-kata, karena begitu nikmatnya shalat itu. (SELESAI)

Source : http://taqlim.indointernet.com/forum/

DO’A DAN BACAAN DALAM SHALAT

A. Doa-Doa Iftitah

Rasulullah SAW membuka bacaan dengan doa-doa yang banyak dan bermacam-macam. Beliau SAW memuji Alloh, mengagungkanNya dan menyanjungNya. Rasulullah telah memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar sholatnya. Beliau bersabda ”Tidak sempurna sholat seseorang sehingga ia bertakbir, bertahmid dan menyanjungNya serta membaca ayat-ayat al-Qur’an yang dihapal.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam bacaan iftitah (pembukaan), terkadang Beliau SAW membaca doa sebagai berikut:
1. Allahumma ba’id baini wa baina khotoyaya kama ba’adta bainal masyriki wal maghribi, Allahumma naqqini min khotoyaya kama yunaqqo atstsaubul abyadu minad danas, Allahummaghsilni min khotoyaya bil ma’i was tsalji wal barodi.
2. Allahu akbar kabiiraa wal-hamdulillahi katsiiraa wa subhaanallahi bukrotan wa atsiilaa. Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamaawati wal ardha haniifan muslimaan wa maa ana minal-musyrikiin. Inna shalaati wa nusukii wa mahyaaya wa mamaati lillaahi robbil’aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin.
3. Subhaanaka Allohumma wabihamdika wa tabaarakasmuka wadduka walaa ilaha ghoiruka,
yang artinya ”Mahasuci Engkau ya Alloh, Maha Terpuji Engkau, Mahamulia Engkau serta
Mahatinggi kehormatanMu dan tiada tuhan selain Engkau (HR Ibnu Mundih dan Nasa’i)
4. Dan lain-lain.
B. Tata Cara Bacaan Dalam Sholat
1. Membaca Ta’awwudz.
Kemudian Rasulullah SAW membaca ta’awwudz dengan mengucapkan ”A’udzubillah minasyaithonirrojim min hamazihi wanafkhihi wanafatsihi” (Aku berlindung kepada Alloh darigodaan setan yang terkutuk dari semburannya, kesombongannya, dan embusannya) (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Daruquthni & Hakim).

Terkadang Beliau SAW menambahinya dengan ”A’udzubillahis-samii’il’alim minasysyaithoonirrojim” (Aku berlindung kepada Alloh Yang Mahamendengan lagi Mahamengetahui dari godaan setan yang terkutuk) (HR Abu Daud, Tirmidzi & Ahmad).
Setelah itu Beliau SAW membaca ”Bismillahir-rahman-nirrahim” (Dengan nama Alloh Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang) (dengan tanpa mengangkat/mengeraskan suara). (HR Bukhari, Muslim & Ahmad)

2. Membaca Surat al-Faatihah, Ayat per Ayat
Kemudian Rasulullah SAW membaca surat al-Faatihah dengan memotong setiap ayat :
a. Bismillaahir-rahmanir-rahim.
b. Alhamdulillaahirab-bil’aalamiin.
c. Sampai dengan akhir ayat.
Demikian Rasulullah SAW membaca al-Fatihah sampai akhir surah. Beliau SAW tidak menyambung ayat dengan ayat berikutnya. Demikian yang diriwayatkan Abu Daud dan Sahmi.
3. Membaca al-Faatihah Sebagi Rukun Dan Keutamaannya
Beliau selalu mengagunggkan surat ini dengan sabdanya ”Tidak sah sholat seseorang apabila belum membaca surah al-Faatihah (dan seterusnya). (HR Bukhari, Muslim dan Baihaqi)

4. Mengeraskan Bacaan Bagi Makmum
Sebelumnya Rasulullah SAW membolehkan makmum membaca al-Fatihah dengan keras. Akan tetapi pada suatu sholat Subuh Beliau SAW merasa terganggu oleh bacaan seorang makmum. Setelah selesai sholat Beliau SAW bersabda ”Apakah kalian tadi ikut membaca bacaan imam?” Mereka menjawab “Benar, akan tetapi dengan cepat wahai Rasulullah” Rasulullah berkata “Janganlah kalian lakukan kecuali kalian membaca al-Fatihah. Sesungguhnya tidak sah sholat seseorang kecuali membacanya.” (HR Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Tetapi kemudian membaca cara ini dilarang oleh Nabi SAW. Yaitu ketika Rasulullah SAW kembali dari sholat jahr (sholat yang dibolehkan membaca al-Qur’an dengan keras). Dalam sebuah riwayat dikatakan pertisiwa itu terjadi pada sholat Subuh. Beliau bersabda ”Adakah tadi kalian mengikutiku membaca al-Qur’an dengan suara keras?” Seseorang menjawab ”Aku wahai Rasulullah” Nabi SAW berkata ”Kenapa ada yang membaca demikian sehingga mengganggu bacaanku?” Abu Hurairah berkata ”Maka para sahabat berhenti membaca al-Qur’an dengan keras dalam sholat dimana Rasulullah mengeraskan bacaannya ketika mereka mendengar teguran dari Rasulullah. (Mereka membaca tanpa suara pada sholat dimana imam tidak mengeraskan bacaan)” (HR Malik, Humaidi, Abu Daud dan Bukhari).
Maka berdiam saat imam membaca al-Qur’an menjadi syarat kesempurnaan bermakmum. Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya dijadikannya imam itu agar diikuti oleh makmum,maka apabila mengucapkan takbir, ikutilah mengucapkan takbir. Janganlah membaca al-Qur’an, diam dan dengarkanlah.” (HR Abu Daud, Muslim & Abu Uwanah).

Oleh karena itu makmum yang mendengarkan bacaan imam tidak perlu lagi turut membacanya. Sabda Rasulullah SAW ”Barang siapa yang sholat bermakmum maka bacaan imam adalah menjadi bacaannya juga.” (HR Daruquthni, Ibnu Majah & Ahmad). Ini untuk sholat-sholat yang jahr (imam mengeraskan bacaannya).
5. Kewajiban Membaca Tanpa Suara
Adapun pada sholat-sholat yang harus membaca tanpa suara, Rasulullah SAW telah menetapkan kehaursan membaca al-Qur’an padanya. Jabir berkata ”Kami membaca al-Faatihah dan surah al-Qur’an pada sholat Dzuhur dan Ashar dibelakang imam pada dua rakaat pertama, sedangkan pada dua rakaat berikutnya membaca al-Faatihah (saja).(Riwayat Ibnu Majah).
6. Imam Mengucapkan Amin Dengan Mengangkat Suara
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW selesai membaca al-Faatihah, Beliau SAW mengucapkan amin dengan suara jelas dan panjang. Orang-orang yang bermakmumpun dianjurkan untuk mengucapkannya. Sabda Beliau SAW ”Apabila imam sholat mengucapkan ”Ghoiril maghdhuubi’alaihim waladhaaliin” maka katakanlah ”Amin”. (Sesungguhnya malaikiat berkata ”Amin” dan imampun mengucapkan ”Amin”).Dalam lafal lain disebutkan bahwa jika seorang imam sholat mengucapkan amin, makaikutilah dengan mengucapkan amin. Apabila ucapan amin itu bersama dengan ucapan malaikat, (Dalam lafal lain disebutkan : Apabila seseorang mengucapkan amin dalam sholat, dan para malaikat di langit mengucapkan amin dengan bersamaan) niscaya dosa-dosanya akan diampuni.” (HR Bukhari, Muslim & Nasa’i).


Rasulullah SAW juga bersabda ”Tidak ada suatu yang paling menjadikan orang-orang Yahudi iri kepada kalian kecuali ucapan salam dan amin (dibelakang imam).” (HR Bukhari, Ibnu Majah dan Ahmad).
7. Bacaan Setelah Membaca al-Faatihah.
Setelah membaca al-Faatihah, Rasulullah SAW membaca surah lainnya. Terkadang membaca surah panjang dan kadang surah pendek karena suatu penyebab seperti sedang dalam perjalanan, sakit batuk atau sakit lainnya. Atau mendengar tangis anak kecil sebagaimana yang disebutkan oleh Anas bin Malik ra.
8. Boleh Hanya Membaca al-Faatihah
Mu’adz pernah sholat Isya berjamaah dengan Rasulullah SAW di akhir waktu, lalu pulang. Disana ia sholat lagi bersama sahabat-sahabatnya sebagai imam. Dalam jamaah itu terdapat seorang anak muda bernama Sulaim dari bani Salamah. Anak muda itu merasakan sholatnya terlalu lama, maka ia keluar dan sholat sendiri di pojok masjid. Usai sholat ia bergegas keluar masjid dan menunggang untanya langsung meninggalkan tempat itu.
Setelah sholat Mu’adz diberitahu akan kejadian ini. Ia berkata ”Sungguh hal ini perbuatan munafik!. Aku akan laporkan apa yang diperbuatnya kepada Rasulullah.” Anak muda itu juga berkata ”Aku juga akan adukan apa yang dilakukan kepada Rasulullah.”
Keesokan harinya mereka datang kepada Rasulullah. Mu’adz mengadukan apa yang dilakukan anak muda itu, dan anak muda itupun melaporkan apa yang diperbuat oleh Mu’adz. Ia berkata ”Wahai Rasulullah dia telah sholat yang lama denganmu. Lalu ia pulang dan mengimami kami dengan lama”. Rasulullah menjawab ”Wahai Mu’adz akankah engaku membuat fitnah?” Rasulullah bertanya kepada anak muda itu ”Apa yang engkau lakukan dalam sholatmu?” Ia menjawab ”Aku membaca al-Faatihah, lalu berdoa memohon surga kepada Allah, dan berlindung dari siksa neraka. Aku tidak tahu apa yang engaku baca dengan suara lirih dan yang dibaca Mu’adz” Nabi menyahut ”Aku dan Mu’adz seperti ini (telunjuk dan jari tengah).” Anak muda itu berkata ”Akan tetapi Mu’adz akan tahu kalau musuh datang, sedangkan mereka telah diberitahu bahwa musuh telah datang di tempat mereka.” Orang yang meriwayatkan hadits ini berkata ”Kaum tersebut kemudian datang menyerang dan anak muda itu gugur sebagai syahid. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz ”Setelah peristiwa itu bagaimana kamu dengan orang yang mengadukanmu kepadaku?” Mu’adz menjawab ”Wahai Rasulullah, Allah Mahabenar dan saya keliru. Anak muda itu telah gugur sebagai syahid.” (HR Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ahmad, Abu Daud, Bukhari & Muslim)

9. Membaca al-Faatihah Dengan Suara Keras dan Tanpa Suara Pada Sholat Lima Waktu Dan Sholat Lainnya.
Pada sholat Subuh dan pada rakaat pertama dan kedua pada sholat Maghrib dan ’Isya Rasulullah SAW membaca al-Faatihah dan surah lainnya dengan suara keras. Sedangkan pada sholat Dzuhur dan Ashar Beliau SAW membacanya dengan tanpa suara. Para sahabat mengetahui apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW dalam sholat-sholat yang tanpa suara dari gerakan jenggotnya dan terkadang Nabi SAW sendiri memperdengarkan bacaannya. Demikian penjelasan Bukhari dan Abu Daud. Beliau SAW juga membaca dengan mengangkat (mengeraskan) suara pada sholat Jum’at , ’Idul Fitri, ’Idul Adha, Istisqa’ (sholat meminta hujan), dan sholat Kusuf (gerhana).
C. Bacaan-Bacaan Sholat Nabi SAW

Bacaan sholat Rasulullah SAW bermacam-macam. Kadang Nabi SAW membaca surat ar-Rum (60 ayat), kadang ash-Shaffat (182 ayat), kadang surat Zalzalah (7 ayat) dan lain-lain.
D. Bacaan Tartil dan Memerdukan Suara
Perintah Allah terhadap Rasulullah SAW adalah agar membaca al-Qur’an dengan tartil, tidak pelan, dan tidak terlalu cepat. Tetapi dibaca kalimat per kalimat sehingga bacaan satu surah lebih lama daripada dibaca dengan biasa.
Beliau SAW bersabda ”Kelak akan dikatakan kepada orang yang membaca al-Qur’an ”Bacalah, telitilah dan tartillah sebagaimana engkau mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu adalah diakhir ayat yang engkau baca.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).

Beliau menyuruh para sahabatnya untuk membaca al-Qur’an dengan suara merdu dalam sabdanya ”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu. Sesungguhnya suara yang bagus dapat menjadikan al-Qur’an bertambah indah.” (HR Bukhari, Abu Daud & Hakim).
Beliau juga bersabda ”Sesungguhnya orang yang bagus suaranya adalah apabila engkau
mendengarkan suara bacaan al-Qur’an sedangkan kamu mengira bahwa dia adalah orang yang takut kepada Allah.” (HR Thabrani, Ibnu Mubarak & Abu Nu’aim).

E. Membetulkan Bacaan Imam Yang Salah

Abu Daud, Ibnu Hibban dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh
membetulkan imam yang salah membaca al-Qur’an. Beliau pernah melakukan sholat dan salah dalam membaca al-Qur’an. Usai sholat Beliau bertanya kepada Ubay, ”Apakah engkau sholat bermakmum dengan saya?” Ubay menjawab ”Benar” Beliau menimpali ” Kenapa tidak membetulkan bacaanku yang salah?”
F. Berta’awwudz Dan Meludah Saat Sholat Untuk Menghilangkan Gangguan

Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan bahwa Utsman bin Abi ’Ash berkata kepada Rasulullah SAW ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menggangguku ketika aku membaca al-Qur’an saat sholat sehingga sholatku kacau.” Rasulullah SAW bersabda ”Itulah setan yang bernama Khinzib. Jika engkau merasakan keahdirannya, bacalah ta’awwudz dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali.” Utsman berkata ”Aku kemudian melakukannya sehingga Allah mengeyahkan setan dariku.”

Hukum Fotografi dan Gambar


Assalamu`alaikum,
Afwan ya akhi, ana mau tanya.Karena situs ini mengatas namakan syari`ah, namun sepertinya tampilannya tidak syar`i, ada gambar dan foto makhluk bernyawa. apakah hukumnya menggambar makhluk bernyawa? ada hadits mengatakan :
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari harga darah, harga anjing, dan dari penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.”
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata kepada Abul Hayyaj Al-Asadi: “Maukah aku mengutus-mu dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku? (Beliau mengatakan padaku):
أَلاَّ تَدَع تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”
Jabir radhiallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذلِكَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil gambar (makhluk hidup) dan memasukkannya ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.”
Seseorang pernah datang menemui Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Orang itu berkata: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari penghasilan dengannya.” Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Mendekatlah denganku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Semua tukang gambar itu di neraka. Allah memberi jiwa/ ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia). Maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata kepada orang tersebut: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar) maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/ ruh.”
Semoga blog ini insya4JJ1 syar`i sebagaimana mottonya.
Barakallahu fiik..
abu_wildan Al padangi | abu_wildan@plasa.com | IP: 202.127.104.106 | Okt 1, 6:08 AM
Jawaban :
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian, masukan, dan kritikan dari saudara terkait tampilan blog Konsultasi Islam. Masukan dari saudara dan pengunjung yang lain Insya Allah sangat bermanfaat bagi kemajuan blog dakwah ini.
Tampilan di blog kami tidak ada gambar seperti yang saudara maksudkan, yang ada adalah foto. Gambar berbeda dengan foto. Gambar dibuat dengan cara menggambar, sementara foto dibuat dengan alat-alat fotografi. Gambar juga berbeda dengan menggambar. Gambar adalah benda sementara menggambar adalah perbuatan. Hukum-hukum yang berkaitan dengannya pun berbeda. Lebih detailnya, mari kita simak penjelasan berikut (diambil dari Taqiyyuddin An-Nabhani, Kepribadian Islam – Jilid II, bab Tashwir. Terjemah : Rizki S Saputro)
Menggambar (Tashwir)
Tashwir adalah menggambar bentuk (shurah) sesuatu. Di antara tashwir adalah membuat patung-patung. Dan tercakup di dalamnya juga pahatan. Gambar atau patung dinamakan shurah. Jamaknya shuwar. Di dalam bahasa disebut juga tashawir. Tercakup di dalamnya tamatsil (patung-patung). Di dalam bahasa dikatakan tashawir adalah tamatsil.
Menggambar yang dilarang
Syara’ telah mengharamkan menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh, seperti manusia, binatang dan burung. Sama saja, apakah gambar tersebut pada kertas, kulit, pakaian, perkakas, perhiasan, uang, atau lainnya. Semuanya adalah haram. Karena, sekedar menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh adalah haram, pada barang apa pun gambar ini dibuat. Sedangkan menggambar sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat ruh, maka itu boleh, tidak ada larangan di dalamnya. Syara’ telah menghalalkan menggambar pohon, gunung, bunga, dan lainnya yang di dalamnya tidak terdapat ruh.
Pengharaman menggambar sesuatu yang di dalamnya terdapat ruh tetap dengan nash-nash syar’i. Bukhari mengeluarkan dari hadits Ibnu Abbas, dia berkata: “Ketika Nabi saw. melihat gambar-gambar yang ada di dalam Rumah (Ka’bah), beliau tidak masuk sampai memerintahkan untuk menghapusnya.”
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa dia memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Lalu Rasulullah saw. masuk dan melepasnya. Aisyah berkata: “Lalu aku memotongnya menjadi dua bantal. Dan beliau dulu bersandar pada keduanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Dalam lafadz Ahmad: “Lalu aku melepasnya dan memotongnya menjadi dua sandaran (bantal). Sungguh aku telah melihat beliau bersandar pada salah satu dari keduanya, sedang padanya terdapat gambar.”
Muslim dan Bukhari mengeluarkan dari hadits Aisyah, dia berkata: “Rasulullah saw. memasuki ruanganku sedang aku telah menutup sebuah sahwah (semacam rak) milikku dengan qiram yang padanya terdapat gambar-gambar. Ketika beliau melihatnya, beliau melepaskannya, sedang wajah beliau telah berwarna (marah). Beliau berkata: “Wahai Aisyah, manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah.” Qiram adalah tabir tipis yang padanya terdapat warna-warna, atau tabir yang padanya terdapat garis-garis atau lukisan.
Dalam hadits Muslim, diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: “Rasulullah tiba dari perjalanan, sedang aku telah menutup pintuku dengan durnuk yang padanya terdapat kuda yang memiliki sayap. Maka beliau menyuruhku untuk melepasnya.” Durnuk adalah sejenis kain.
Bukhari mengeluarkan dari hadits Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa menggambar sebuah gambar, maka Allah akan mengazabnya dengan gambar tersebut pada hari kiamat, sampai dia meniupkan (ruh) padanya, pahahal dia tidak dapat meniupkan (ruh).
Dia juga mengeluarkan melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki mendatanginya lalu berkata: “Sesungguhnya aku telah menggambar gambar-gambar ini dan membuat gambar-gambar ini. Maka berilah fatwa padaku tentangnya.” Ibnu Abbas berkata: “Mendekatlah padaku.” Lalu dia mendekat pada Ibnu Abbas, sampai Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki tersebut. Ibnu Abbas berkata: “Aku beritahukan kepadamu tentang apa yang aku dengar dari Rasulullah saw. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Setiap penggambar ada di dalam neraka. Kepada setiap gambar yang digambarnya diberikan jiwa. Gambar tersebut menyiksanya di jahanam. Maka, jika kamu harus menggambar, gambarlah pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.’”
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jibril as. mendatangiku lalu berkata: “Sesungguhnya aku telah mendatangiku tadi malam. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk memasuki rumah yang kamu ada di dalamnya kecuali bahwa di dalam rumah tersebut terdapat patung seorang laki-laki, di dalam rumah tersebut terdapat qiram berupa tabir yang padanya terdapat gambar-gambar, dan di dalam rumah tersebut terdapat anjing. Maka perintahkanlah agar kepala patung tersebut dipotong dan dibuat seperti bentuk pohon, perintahkanlah agar tabir tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak, dan perintahkanlah agar anjing tersebut dikeluarkan.” Lalu Rasulullah saw. melakukan itu. Dan qiram adalah tabir tipis dari wool yang memiliki warna.
Bukhari meriwayatkan melalui Abu Juhaifah, bahwa dia membeli seorang budak ahli bekam, lalu dia berkata: “Sesungguhnya Nabi saw. melarang harga darah, harga anjing, dan pendapatan pelacur. Dan beliau melaknat pemakan riba dan orang yang mewakilkannya, pembuat tatto dan orang yang minta dibuatkan, serta penggambar.”
Hadits-hadits ini secara keseluruhan memuat perintah untuk meninggalkan menggambar dengan perintah yang tegas. Ini adalah dalil bahwa menggambar adalah haram. Dan ini umum, mencakup semua gambar. Sama saja, gambar yang memiliki bayangan atau tidak memiliki bayangan. Dan sama saja, gambar sempurna atau separuh. Tidak ada perbedaan dalam pengharaman menggambar antara gambar yang memiliki bayangan dan gambar yang tidak memiliki bayangan, serta antara gambar sempurna yang mungkin hidup dan gambar separuh yang tidak mungkin hidup. Semuanya haram, berdasarkan keumuman hadits-hadits di atas. Juga, karena hadits Ibnu Abbas tentang Rumah menunjukkan bahwa gambar-gambar yang ada di Ka’bah adalah yang dilukis dan tidak memiliki bayangan. Karena, Rasul tidak memasukinya sampai gambar-gambar tersebut dihapus. Dan hadits Aisyah menunjukkan bahwa tabir tersebut padanya terdapat gambar yang tidak memiliki bayangan.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. mengirim Ali dalam sebuah sariyyah. Beliau berkata kepadanya: “Janganlah kamu meninggalkan sebuah patung kecuali kamu hancurkan, tidak pula sebuah gambar kecuali kamu hapus, dan tidak pula sebuah kuburan yang dimuliakan kecuali kamu ratakan dengan tanah.
Di sini beliau menyebutkan kedua jenis: yang memiliki bayangan yaitu patung, dan yang tidak memiliki bayangan yaitu gambar yang dihapus. Jadi, pembedaan antara yang memiliki bayangan dan yang tidak memiliki bayangan tidak benar dan tidak memiliki dasar. Juga, karena keberadaan gambar tersebut bisa hidup atau tidak bisa hidup bukanlah ‘illah pengharaman. Dan tidak ada dalil yang mengecualikan itu dari pengharaman.
Menggambar yang diperbolehkan
Sedangkan bolehnya menggambar sesuatu yang tidak terdapat ruh di dalamnya, berupa pohon, gunung, dan lainnya, itu disebabkan karena pengharaman dalam hadits-hadits yang mengharamkan menggambar dibatasi dengan gambar yang di dalamnya terdapat ruh. Ini adalah batasan (qaid) yang diakui dan memiliki mafhum yang diterapkan. Dan mafhumnya adalah bahwa gambar yang di dalamnya tidak terdapat ruh tidak haram. Benar bahwa sebagian hadits berbentuk muthlaq (tanpa batasan). Tapi sebagian yang lain berbentuk muqayyad (memiliki batasan). Dan kaedah Ushul menyatakan bahwa yang muthlaq disamakan dengan yang muqayyad. Sehingga, pengharaman hanya berlaku pada gambar yang di dalamnya terdapat ruh, yaitu manusia, binatang dan burung. Sedangkan selain itu, tidak haram menggambarnya, tapi boleh.
Di samping itu, pembolehan menggambar sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat ruh, berupa pohon dan lainnya, telah disebutkan dengan jelas dalam hadits-hadits tersebut. Dalam hadits Abu Hurairah: “Maka perintahkanlah agar kepala patung tersebut dipotong dan dibuat seperti bentuk pohon.” Ini berarti bahwa patung pohon tidak apa-apa. Dan dalam hadits Ibnu Abbas: “Maka, jika kamu harus menggambar, gambarlah pohon dan apa yang tidak memiliki jiwa.”
Hadits-hadits yang mengharamkan menggambar tidak memiliki ‘illah. Tidak terdapat penjelasan ‘illah menggambar dengan illah apa pun. Karena itu, janganlah mencari ‘illah untuknya. Sedangkan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar berupa perkataan Rasul: “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan”, apa yang terdapat dalam hadits Ibnu Abbas: “sampai dia meniupkan (ruh) padanya, pahahal dia tidak dapat meniupkan (ruh)”, dan apa yang terdapat hadits Aisyah tentang gambar: “manusia yang paling pedih siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai penciptaan Allah”; semua itu tidak disebutkan sebagai penjelasan ‘illah. Lafadz-lafadz dan kalimat-kalimat yang ada dalam hadits-hadits ini darinya tidak dapat dipahami ‘illah. Segala yang terjadi hanyalah bahwa Rasul menyerupakan menggambar dengan penciptaan, dan para penggambar dengan Sang Pencipta. Dan penyerupaan (tasybih) bukanlah penjelasan ‘illah dan tidak bisa menjadi ‘illah. Karena, penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain tidak menjadikan sesuatu yang diserupai (musyabbah bih) sebagai ‘illah bagi sesuatu yang diserupakan (musyabbah). Dia hanya menjadi penjelasan baginya. Dan penjelasan bagi sesuatu bukanlah ‘illah baginya.
Apakah ada Illatnya?
Dengan demikian, tidak dapat dikatakan bahwa menggambar haram karena di dalamnya terdapat perbuatan menyamai penciptaan Allah. Karena, Allah Ta’ala menciptakan manusia, binatang dan burung, serta menciptakan pohon, gunung dan bunga-bunga. Dengan demikian, ‘illah ini terdapat juga dalam pohon, gunung, bunga-bunga dan lainnya. Karena, semuanya adalah ciptaan Allah juga. Sehingga, menggambarnya haram, karena adanya ‘illah di dalamnya. Dan ‘illah berputar bersama hukum, dari segi ada dan tidaknya. Padahal, nash-nash menyebutkan pembolehan menggambar pohon dan semua yang di dalamnya tidak terdapat ruh. Dengan demikian, menggambar manusia dan binatang haram berdasarkan nash-nash yang mengharamkannya, bukan karena adanya ‘illah tertentu. Dan menggambar pohon, gunung dan semua yang di dalamnya tidak terdapat ruh boleh, tidak ada larangan tentangnya, berdasarkan nash-nash yang membolehkannya.
Hukum Fotografi
Menggambar yang diharamkan oleh Allah Ta’ala adalah melukis, memahat dan lainnya, yang langsung dilakukan oleh manusia dengan dirinya sendiri. Sedangkan “menggambar” dengan menggunakan alat fotografi, tidak termasuk ke dalamnya, dan tidak termasuk menggambar yang diharamkan, tapi itu mubah. Karena, pada hakekatnya dia bukan menggambar, tapi memindahkan bayangan dari realita menuju film. Dia bukanlah menggambar orang yang dilakukan oleh penggambar. Jadi, penggambar dengan alat fotografi tidak menggambar orang, tapi memantulkan bayangan orang pada film dengan menggunakan alat. Itu adalah memindahkan bayangan, bukan menggambar; dengan perantaraan alat, bukan dilakukan langsung oleh penggambar. Sehingga, itu tidak masuk ke dalam larangan yang terdapat dalam hadits-hadits. Hadits-hadits mengatakan: “orang-orang yang membuat gambar-gambar ini”, “Sesungguhnya aku telah menggambar gambar-gambar ini”, “Setiap penggambar”, dan “para penggambar”. Dan orang yang mengambil gambar orang atau binatang dengan alat fotografi tidak membuat gambar-gambar ini, dan tidak menggambar. Dia bukanlah penggambar, tapi alat fotografilah yang memindahkan bayangan ke film. Dia tidak melakukan sesuatu kecuali menggerakkan alat. Karena itu, dia bukan penggambar, dan tidak mungkin dialah yang menggambar, tidak dengan satu atau lain alasan. Dengan demikian, larangan sama sekali tidak mencakupnya.
Selain itu, menggambar yang disebutkan pengharamannya di dalam hadits-hadits di atas telah dijelaskan dan dibatasi jenisnya, yaitu yang menyerupai penciptaan dan yang di dalamnya penggambar menyerupai Sang Pencipta, dari sisi bahwa itu adalah pengadaan sesuatu. Jadi menggambar di sini berarti mengadakan gambar, baik dengan melukisnya dari hayalannya atau melukisnya dari aslinya yang ada di hadapannya. Dalam kedua kondisi ini, dia adalah pengadaan gambar. Karena, dialah yang di dalamnya terdapat kreasi. Sementara menggambar dengan alat fotografi tidak masuk jenis ini. Karena, dia bukanlah pengadaan gambar, dan di dalamnya tidak terdapat kreasi.
Dia hanyalah memantulkan sesuatu yang ada ke film. Karena itu, dia tidak dianggap sebagai jenis menggambar yang pengharamannya disebutkan dalam hadits-hadits tersebut. Hadits-hadits tersebut tidak berlaku padanya, dan dia tidak masuk ke dalam cakupan hadits-hadits tersebut dalam pengharaman.
Hakekat seni bagi gambar yang dilukis menggunakan tangan dan gambar fotografi menguatkan itu dengan sangat sempurna. Keduanya adalah dua jenis yang sama sekali berbeda. Gambar seni adalah gambar yang dilukis dengan tangan. Dan itu berbeda dengan gambar fotografi dari sisi seni dan dari sisi kreasi. Dari sini, menggambar dengan alat fotografi adalah boleh, tidak ada larangan di dalamnya.
Hukum Memiliki Gambar
Ini yang berkaitan dengan menggambar itu sendiri. Sedangkan memiliki gambar-gambar yang telah digambar, jika itu di tempat yang disediakan untuk ibadah, seperti masjid, mushala, dan lainnya, maka haram secara pasti. Dasarnya adalah apa yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas bahwa Rasul saw. menolak untuk memasuki Ka’bah sampai gambar-gambar yang ada padanya dihapus. Ini adalah perintah yang tegas untuk meninggalkan, sehingga menjadi dalil pengharaman.
Sedangkan memiliki gambar-gambar tersebut di tempat yang tidak disediakan untuk beribadah, seperti rumah, perpustakaan, sekolah, dan lainnya, di dalamnya terdapat perincian dan penjelasan. :
1. Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadap gambar tersebut, maka makruh, tidak haram.
  1. Jika gambar dipasang di tempat yang di dalamnya tidak terdapat penghormatan terhadap gambar tersebut, maka boleh, tidak apa-apa.
Pemakruhan di tempat yang di dalamnya terhadap penghormatan terhadapnya adalah berdasarkan hadits Aisyah bahwa Rasul melepas tabir yang padanya terdapat gambar. Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Jibril menolak untuk memasuki rumah karena di dalamnya terdapat patung, gambar dan anjing. Sedangkan bahwa pemakruhan ini khusus bagi gambar yang diletakkan di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya, dan bahwa tidak apa-apa jika gambar tersebut diletakkan di tempat yang di dalamnya tidak terdapat penghormatan terhadapnya, adalah karena hadits Aisyah menyebutkan bahwa Rasul melepas tabir yang padanya terdapat gambar ketika gambar itu ditegakkan, dan bahwa beliau bersandar pada bantal yang padanya terdapat gambar. Juga, karena dalam hadits Abu Hurairah, Jibril berkata kepada Rasul: “perintahkanlah agar tabir tersebut dipotong dan dijadikan dua bantal yang diinjak”. Ini menunjukkan bahwa larangan mengarah pada meletakkan gambar di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya, dan tidak mengarah pada memiliki gambar tersebut.
Sedangkan bahwa meletakkan gambar di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya adalah makruh bukan haram, adalah disebabkan karena larangan yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut tidak disertai qarinah yang menunjukkah penegasan, seperti ancaman terhadap orang yang memiliki gambar, atau celaan terhadapnya, atau semacamnya, sebagaimana yang disebutkan dalam larangan menggambar. Larangan tersebut hanyalah berupa perintah untuk meninggalkan. Dan terdapat hadits-hadits lain yang melarang memiliki patung dan membolehkan memiliki gambar yang dilukis. Ini menjadi qarinah bahwa larangan tersebut tidak tegas.
Dalam hadits Abu Thalhah milik Muslim diriwayatkan dengan lafadz: “Malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar.
Dalam riwayat lain dari jalan yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda: “Kecuali lukisan di baju”.
Ini menunjukkan pengecualian gambar yang dilukis di baju. Mafhumnya adalah bahwa malaikat memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar yang dilukis di baju. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits-hadits larangan lainnya, maka dia menjadi qarinah bahwa perintah untuk meninggalkan di sini tidaklah tegas. Dengan demikian, memiliki gambar di tempat yang di dalamnya terdapat penghormatan terhadapnya adalah makruh, bukan haram.